Selamat Datang

Di sini Anda dapat membaca berita tentang Maluku yang dibuat oleh LKBN ANTARA. Seluruh berita dilindungi UU Hak Cipta dan karenanya tidak diperkenankan untuk disiarkan kembali melalui media apapun tanpa izin tertulis dari LKBN ANTARA.

Minggu, 15 Mei 2011

Gubernur: Semangat Pattimura Harus Terus Digelorakan

Ambon (KM) - Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu menegaskan, semangat perjuangan Kapitan Pattimura harus terus digelorakan untuk memotivasi seluruh masyarakat bersama-sama membangun daerah.

"Dengan peringatan ini mari kita gelorakan semangat patriotisme yang pernah dikumandangkan Pattimura untuk menentang penjajah, guna menjadi motivasi bersama membangun Maluku serta bangsa dan negara," ujar Ralahalu, saat memimpin upacara peringatan Hari pahlawan nasional Pattimura ke-194 yang dipusatkan di lapangan Merdeka Ambon, Minggu.

Ditegaskannya, perjuangan Thomas Matulessy yang bergelar Kapitan (Panglima Perang) Pattimura merupakan manivestasi dari kepedulian dan keprihatinan generasi bangsa untuk melawan dan memerangi penindasan.

"Peringatan Hari Pattimura ini hendaknya tidak sekedar seremonial dan kewajiban, tetapi harus menjadi momentum untuk mengungkap rasa nasionalisme dan patriotisme guna mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara," katanya.

Nyala obor Pattimura, menurutnya melambangkan semangat juang masyarakat maluku yang tidak akan pernah mati untuk mewujudkan perjuangan bersama dalam mengisi pembangunan serta membangun daerah, bangsa dan negara.

Diakuinya saat ini rasa patriotisme dan nasionalisme anak bangsa mengalami banyak perubahan bahkan menurun, padahal hal itu merupakan bagian dari jati diri dan semangat perjuangan generasi penerus untuk membangun bangsa dan negara.

"Rasa patriotisme dan nasionalisme di kalangan masyarakat harus ditumbuhkan kembali. Peringatan akan perjuangan Pattimura pada ratusan tahun lalu, hendaknya ditanamkan dalam diri setiap generasi muda Maluku sehingga mampu berkarya untuk membangun daerahnya, maupun bangsa dan negara," tandasnya.

Dia mengakui, sikap patriotisme dan nasionalisme orang Maluku dalam mempertahankan kemerdekaan dan eksistensi bangsa dan negara, sebenarnya tidak perlu diragukan, tetapi harus terus diasah dan ditingkatkan, sehingga mampu membendung berbagai pengaruh negatif akibat perkembangan modernisasi.

Selain itu, rasa nasionalisme dan kebangsaan yang tinggi akan mendorong tumbuhnya kebersamaan dan persaudaraan serta menyatukan berbagai perbedaan.

"Teruslah mengabdi dan kobarkan semangat 'Kabaresi' (pemberani) untuk memerangi berbagai bentuk penindasan dan ketidak adilan, karena dengan begitu kemajuan pembangunan di daerah ini, maupun bangsa dan negara terutama bagi kesejahteraan akan semakin meningkat," tandasnya.
   
"Kecintaan masyarakat"

Beberapa Wali Kota yang sedang berada di Ambon untuk mengikuti Musyawarah Komisariat Wilayah (Muskomwil) APEKSI Wilayah VI, 2011 dan sempat mengikuti upacara peringatan itu, menganggap peringatan tersebut sebagai bentuk kecintaan daerah dan masyarakat terhadap perjuangan pahlawan yang telah bertarung melawan penjajah, untuk memperoleh kemerdekaan.

"Peringatan ini bisa dijadikan momentum untuk menumbuhkan semangat generasi penerus atau Pattimura-Pattimura muda untuk berjuang bersama membangun daerahnya," kata Ketua APEKSI Komisariat Wilayah VI, M. Z.Amirul Tamim.

Menurutnya, Hari Pattimura yang diperingati setiap tahun di Maluku merupakan langkah positif untuk lebih meningkatkan rasa cinta daerah, bangsa dan tanah air.

"Ini luar biasa, harus jadi contoh bagi daerah lain. Sejarah perjuangan dan semangat berkorban yang dimiliki Kapitan Pattimura dan kawan-kawannya harus jadi contoh bagi orang Maluku untuk bangkit membangun daerahnya," katanya.

17 Wali Kota dari 10 provinsi di Sulawesi, Maluku, Maluku Utara dan Papua saat menghadiri peringatan Hari Pattimura juga menggunakan Kebaya Dansa (baju daerah Kota Ambon).

Selain itu, turut hadir puluhan warga Darwin Australia Utara dan Vlisingen, Belanda yang merupakan kota bersaudara (sister city) Kota Ambon dengan dua daerah itu.

Warga histeris

Dalam pantauan ANTARA, ribuan warga Kota Ambon dan sekitarnya yang membanjiri kawasan lapangan Merdeka menjadi histeris saat menyaksikan arak-arakan obor Pattimura yang dibawa lari secara estafet dari Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah dan tiba di Kota Ambon, sejak dinihari.

Histeria massa terjadi saat mereka menyaksikan ratusan pemuda bertelanjang dada, memakai celana dan berikat kepala merah, tiba dengan membawa api obor yang baru diambil dari puncak Gunung Saniri di Pulau Saparua.

Para pemuda berbadan tanggung itu membawa obor berbagai ukuran serta memegang parang dan salawaku (tameng) di tangan, mereka melakukan tarian "cakalele" (tari perang) mengiringi tiga orang pemuda lain yang dipercaya membawa obor induk tersebut Pattimura.

Suara tiupan tahuri (kulit kerang) disertai tabuhan alat musik tradisional tifa mengiringi para pemuda bercakalele dambil meneriakkan pekikan, sehingga membuat ribuan warga yang hadir menjadi histeria dan suasana berubah menjadi magis.

Obor yang dibawa itu, apinya diambil para Latupati (pemangku adat) Pulau Saparua dengan melakukan ritual adat di puncak Gunung Saniri, kemudian menggosok dua bilah bambu hingga menghasilkan api, dan kemudian api itu digunakan untuk menyulut obor.

Puncak Gunung Saniri merupakan lokasi tempat Pahlawan Thomas Matulessy yang bergelar Kapitan Pattimura melakukan rapat rahasia bersama para pejuang dari Pulau Saparua, Haruku dan Nusalaut untuk menyusun strategi penyerangan terhadap kolonial Belanda yang bermarkas di benteng Duurstede, di pantai Waisisil Pulau Saparua, pada tahun 1817.

Setelah api diperoleh, kemudian diseberangkan dengan mengunakan kapal perang dari Pulau Saparua menuju Pulau Ambon, dan kemudian dibawa lari secara estafet mulai dari Desa Tulehu dan melewati desa dan kelurahan di Kota Ambon, hingga tiba di Lapangan Merdeka yang merupakan lokasi peringatan Hari pattimura.

Obor itu kemudian diserahkan pimpinan rombongan cakalele dari Desa Batu Merah kepada Upu Latu (pimpinan) Kota Ambon, Jopi Papilaja.

Obor itu kemudian diserahkan kepada Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu yang menggunakan pakaian adat berwarna hitam-hitam dan dilengkapi sapu tangan adat di bagian leher yang melambangkan beranian serta bertelanjang kaki.

Gubernur kemudian menggunakan obor itu untuk menyulut obor induk yang terletak persisi dibawah tugu Pattimura dengan disaksikan ribuan warga, serta bersama ahli waris Kapitan Pattimura, Angky Matulessy meletakkan karang bunga di bawah tugu.

Hujan gerimis yang turun mengguyur tidak menyurutkan niat warga untuk menyaksikan upacara peringatan yang dilakukan setiap tahun itu hingga selesai.

Sedangkan pembacaan sejarah perjuangan kapitan Pattimura dipercayakan kepada dua orang siswa SMA di Kota Ambon dan dibacakan dengan suara lantang dengan diiringi suara tabuhan tifa dan totobuang.

Puluhan fotografer dari berbagai daerah yang sedang berada di Ambon untuk mengikuti lomba Dell Ambonesia Photograpy competition 2011 terlihat saling berebutan untuk mengabadikan seluruh prosesi upacara adat itu yang berlangsung hingga pagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar