Selamat Datang

Di sini Anda dapat membaca berita tentang Maluku yang dibuat oleh LKBN ANTARA. Seluruh berita dilindungi UU Hak Cipta dan karenanya tidak diperkenankan untuk disiarkan kembali melalui media apapun tanpa izin tertulis dari LKBN ANTARA.

Minggu, 17 Juli 2011

Bangunan SD Wilayah Terluar Masih Beratapkan Ilalang

Oleh Daniel Leonard

Ambon (KM) - Setelah lebih dari setengah abad Indonesia merdeka, pembangunan di berbagai bidang kehidupan masyarakat telah mengalami banyak kemajuan.

Tekad dan semangat pemerintah pusat maupun daerah secara khusus untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui bidang pendidikan wajib belajar sembilan tahun dan dinaikkan menjadi wajar 12 tahun sangat strategis untuk semakin mendorong kemajuan itu.



Namun, patut diakui kemajuan pesat tersebut masih lebih terfokus di wilayah perkotaan. Di pedesaan, termasuk daerah yang berbatasan langsung dengan negara lain, pertumbuhannya lamban.

"Ada sejumlah bangunan Sekolah Dasar (SD) di pulau-pulau terluar, misalnya di kabupaten Maluku Barat Daya, kondisinya sangat memprihatinkan. Atap sekolah di sana masih dari bahan ilalang, lantainya pun tanah," kata anggota F-PDI Perjuangan DPRD Kabupaten MBD, Willem Pakniani, yang dihubungi dari Ambon, Minggu.

Bangunan SD di Kabupaten MBD itu, lanjutnya, sudah berdiri puluhan tahun tapi masih terlihat dalam kondisi darurat dan sangat kumuh, apalagi dindingnya dari bahan daun lontar atau daun koli.

Pakniani mengakui, umumnya sekolah dasar yang ada di beberapa pulau terluar ini bukanlah sekolah pemerintah, tapi lebih dominan didirikan oleh yayasan.

Ia menyebut SD Kristen Kiera di Desa Tomwawan, Kecamatan Lemola dan SD Kristen Tomliapat, Kecamatan Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya, yang sampai hari ini juga masih menggunakan atap ilalang dan dinding daun koli.

Bila tiba hujan lebat disertai angin kencang, bangunan tempat  siswa menimba ilmu pengetahuan itu pun rusak.

"Di dua sekolah itu hanya terdapat tiga ruang belajar, kantor kepala sekolah tidak ada dan terpaksa bekerja di rumahnya yang dibangun warga setempat. Tenaga guru yang tersedia hanya dua orang, dan masyarakat kampung yang lulusan SMA atau Diploma (D1) ikut mengajar secara sukarela," katanya.

Menurut dia, program pemerintah yang menempatkan guru di daerah terpencil tidak berjalan karena para guru lebih senang mencari pulau-pulau besar dan memiliki sarana komunikasi, transportasi, penerangan maupun infrastruktur dasar lain yang lebih lengkap.

Kondisi sekolah tidak layak juga terlihat di SD Sera, Kecamatan Lemola dan SD Luang Timur, Kecamatan Mdona Hyera, dan SD Negeri Keitaru, Kecamatan Wonreli, Kabupaten MBD.

Bangunan SD Sera memang sudah pernah mendapat bantuan pemerintah dan dibangun secara representatif, namun sekolah itu sudah roboh dan dinding asbesnya berserakan diterpa badai setahun lalu.

"Kami sudah pernah membuat dokumentasi bangunan sekolah tersebut dan membuat proposal untuk diajukan ke Kementerian Pendidikan Nasional, tapi sampai kini belum ada respons balik dari pemerintah," kata Pakniani.

"Masyarakat Kabupaten MBD sangat berharap adanya perhatian serius pemerintah pusat dan daerah, terutama pihak yayasan untuk membangun sekolah di daerah terpencil yang bebatasan dengan negara lain ini agar lebih layak dan representatif," tambahnya.

"Ranperda inisiatif"

Anggota F-PKS DPRD Maluku, Sudarmo bin Yasin mengatakan, saat ini legislatif sedang membahas tiga Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) inisiatif yang diajukan komisi A, Komisi B, dan Komisi D.

Tiga ranperda insiatif itu memiliki keterkaitan yang sangat erat meski diajukan dari tiga komisi yang saling berbeda bidang tugasnya.

Komisi A membidangi masalah hukum dan pemerintahan, komisi D membidangi pendidikan, dan Komisi E membidangi kesejahteraan rakyat.

Komisi A mengajukan ranperda tentang pembentukan Badan Pengelola Perbatasan (BPP) Provinsi Maluku, komisi B tentang pengelolan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil serta pulau-pulau kecil terluar, sedangkan ranperda inisiatif tentang standar pendidikan dasar di Maluku diajukan komisi D.

"Kalau kita membaca isi ranperda inisiatif yang diusulkan komisi D, mungkin lima atau 10 tahun ke depan, bila sudah ditetapkan menjadi Perda dan diberlakukan, maka daerah Maluku bakal memiliki sekolah yang sangat representatif sebagai tempat anak menimba ilmu pengetahuan," katanya.

Ia menegaskan, pembangunan sekolah yang representatif dan lebih manusiawi tidak boleh dipusatkan di perkotaan saja, tapi harus menjangkau seluruh wilayah pelosok pedesaan termasuk pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Australia dan Timor Leste.

"Fraksi PKS telah mengusulkan ke pimpinan dewan agar secepatnya menyerahkan tiga ranpeda inisiatif ini kepada pemerintah daerah untuk dapat ditetapkan," kata Sudarmo.

"Kondisi wilayah pulau terluar dan pulau-pulau kecil yang ada penduduknya sangat memerlukan perhatian serius berbagai pihak untuk mewujudkan program pembangunan di segala bidang," tambahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar