Selamat Datang

Di sini Anda dapat membaca berita tentang Maluku yang dibuat oleh LKBN ANTARA. Seluruh berita dilindungi UU Hak Cipta dan karenanya tidak diperkenankan untuk disiarkan kembali melalui media apapun tanpa izin tertulis dari LKBN ANTARA.

Selasa, 10 Mei 2011

"WATE" Usung Kearifan Lokal Bangun Negeri

Oleh Rosni Marasabessy

Saat muda, Ferry Wattimury pernah bekerja di komplek pelabuhan. Ia trenyuh melihat kehidupan keras pemuda potensial yang tidak terserap pasar kerja kantoran dan terpaksa membanting tulang di arael itu sebagai pekerja serabutan.

Pengalaman itu begitu membekas di hatinya, bahkan sampai saat ia sudah menjalani profesi dosen di Universitas Pattimura Ambon.

Di matanya, kehidupan di Kota Ambon kini belum terlalu jauh berbeda dari apa yang dilihatnya dahulu, terutama setelah pecah konflik horisontal 11 tahun lalu yang meluluhlantakkan seluruh sendi kehidupan masyarakat di kota berjuluk Manise ini.

Sebagai dosen yang setiap hari bertemu mahasiswa dengan berbagai latar belakang ekonomi, sosial dan potensi diri yang dimiliki, ia sadar bahwa tak semua peseta didiknya itu akan terserap pasar kerja.

Apalagi mereka yang berasal dari kalangan ekonomi bawah yang tak mampu bersaing untuk mendapatkan posisi tertentu sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena lemah dari segi finansial dan koneksi.

Kendati sejak reformasi bergulir tahun 1999 Pemerintah Pusat gencar memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), tetap saja "penyakit itu" susah diberantas, terutama di daerah.

Melihat kondisi-kondisi itu, ia punya keinginan besar untuk memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat kecil, khususnya pemuda potensial yang tidak terserap kerja kantoran. Mereka akan dilatih agar mampu berkompetisi di era globalisasi dan otonomisasi ini.

Masyarakat yang hidup dalam kemiskinan dan ketertingalan akan diberdayakan dalam usaha ekonomi produktif guna mengatasi masalah pengangguran dengan segala dampak negatifnya.

"Kesejahteraan masyakat kecil menjadi prioritas kami, jika Tuhan menghendaki kami terpilih," kata Ferry Wattimury di Ambon, Selasa.

Berangkat dari tekadnya itu, Ferry Wattimury mengajukan diri sebagai calon wali kota Ambon pada pilkada tahun ini.

Ia memilih Awath Ternate untuk mendampingi dirinya sebagai calon wakil wali kota, dengan alasan, "Saya ini seorang akademisi dan butuh seorang tokoh adat sebagai pendamping."

Dalam pandangan Ferry, untuk membangun kota Ambon tidak cukup oleh seorang yang cakap di bidang akademik dan profesional, tetapi juga tokoh adat yang memahami budaya dan tradisi lokal.

   
"Kearifan lokal"

Pandangan itu tampaknya klop dengan pemikiran Awath Ternate.

Kepala Desa (atau dalam istilah setempat Raja) Batumerah ini mengaku dirinya terpanggil untuk membangun Kota Ambon dengan segenap modal yang ia miliki.

Menurut dia, situasi dan kondisi Ambon pascakonflik 11 tahun lalu masih sensitif terhadap benturan-benturan dan gesekan, yang mengarah pada pertikaian pemuda hingga konflik antardesa yang kerap terjadi.

Awath, yang juga menjabat Sekretaris Majelis Latupati (pimpinan adat/Raja) Kota Ambon, menduga, apa yang terjadi 11 tahun lalu bukanlah konflik SARA, melainkan "settingan" sekelompok orang yang menggunakan agama sebagai tameng dalam menjalankan aksinya.

Ia melihat saat konflik berlangsung masyarakat daerah ini masih memiliki kasih dan saling peduli terhadap sesama pemeluk agama yang berbeda-beda.

"Terbukti dari kerjasama yang mereka bangun untuk memenuhi pasokan makanan di wilayah masing-masing," katanya.

Bertolak dari pengalaman itu, Awath menilai bahwa yang dapat mempererat serta menyatukan masyarakat Maluku, khususnya Ambon dalam kebersamaan dan kedamaian adalah adat, dan karena itu kearifan lokal pun diusung sebagai isu penting pembangunan Kota Ambon lima tahun ke depan.

"Maluku ini, khususnya Ambon adalah negeri adat. Bagi kami pemimpin yang tepat harus berasal dari akademisi dan adat agar dapat melestarikan tradisi-tradisinya sehingga menjadi filter bagi masyarakatnya yang mejemuk," katanya.

Ia bercita-cita jika terpilih nanti akan membentuk satu forum yang mengakomodir semua komponen umat beragama di daerah ini. Forum itu nantinya juga sebagai filter bagi masyarakat agar konflik seperti 11 tahun lalu tidak terulang lagi di negeri pela gandong itu. 

"Pembangunan mental spiritual"

Ferry Wattimuty - Awath Ternate atau disingkat Wate lebih mengutamakan membangun mental spiritual masyarakat ketimbang pembangunan fisik. Caranya dengan memberikan rasa damai bagi warga.

"Jika keamanan dan kedamaian sudah terpelihara, maka pembangunan struktural akan mudah saja. Insya Allah (jika Tuhan berkehendak)," kata Awath.

Pasangan dari jalur independen ini mempunyai visi, medujudkan masyarakat Kota Ambon yang beradab, berkeadilan, sejahtera dan mampu berkompetisi dan era otonomisasi dan globalisasi.

Beradab diartikan sebagai masyarakat berbudaya dan berbudi pekerti luhur, yakni mereka yang menjunjung tinggi etika, hukum dan moral.

Pola pikir masyarakat ini akan tampak dalam mengatasi atau menjalani dinamika kehidupan yang menjunjung tinggi norma-norma religius, estetika, demokratisasi, hukum dan HAM serta nilai-nilai sosial seperti sopan santun, kejujuran, toleransi, disiplin dan kerja keras.

Berkeadilan mengandung makna setiap anak bangsa di kota ini memiliki peluang yang sama untuk hidup. Berusaha, berkembang dan menikmati hasil-hasil pembangunan sesuai potensi diri dan sumber daya kota yang tersedia.

Sejahtera diartikan terbebasnya masyarakat Kota Ambon dari belenggu kemiskinan dan kebodohan. Dalam arti lain juga sejehtera adalah terpenuhinya standar hidup layak bagi setiap orang.

Mampu berkompetisi dimaknai sebagai masyarakat yang berkompetisi secara intelektual dan profesional, memiliki motivasi untuk berprestasi serta etos kerja tinggi sehingga mampu bersaing dalam pasar kerja.

Tidak tanggung-tanggung, Wate mengusung lima misi dalam pencalonannya ini. Pertama,  membina dan meningkatkan kualitas kerukunan antar umat beragama, lintas etnis dan budaya dalam kehidupan yang pluralistik, aman damai, tertib, penuh toleran, ramah-tamah dan keharmonisan antar warga sebagai modal dasar pembangunan.

Kedua, meningkatkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia. Ketiga, menjalankan tata pemerintahan yang bersih, berwibawa, akuntabel dan transparan dalam menegakkan supremasi hukum, memberantas KKN, melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi intensif terhadap aparatur pemerintah.

Keempat, mendorong pembangunan ekonomi kota dengan menciptakan iklim investasi dan usaha yang kondusif, mengembangkan sentra-sentra ekonomi baru, menata koperasi dan UKM, PKL dan sektor informal lainnya guna menumbuhkan sektor perdagangan, jasa dan industri pariwisata.

Kelima, memperbaiki dan meningkatkan kualitas infrastruktur seperti jalan, jembatan, sarana air bersih, transportasi, tempat pemakaman umum dan menata lingkungan hidup yang serasi dan lestari.

"Kami berkomitmen, menempatkan pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus 'the right man on the right place' karena kalau yang menduduki suatu jabatan bukan ahli di bidangnya, maka tinggal menunggu kehancuran saja," kata Awath.

Ia juga mengatakan, salah satu strategi yang akan dijalankan bila mereka terpilih adalah turun langsung ke desa dan dusun-dusun untuk mendengar aspirasi masyarakat.

Masukan-masukan dari bawah itu akan menjadi arah bagi rencana dan strategi pembangunan meraka.

"Jadi kami tidak mengharapkan hasil musrembang dari tingkat desa hingga kecamatan untuk dijadikan arah kebijakan, tapi kami tinjau langsung masyarakat bawah agar bisa mengetahui kebutuhan mereka," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar