Ambon (KM) - Balai Konservasi Biota Laut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ambon menggelar lokakarya "Pengelolan Teluk Ambon Dalam", di Ambon, Kamis.
Lokakarya sehari itu membahas tentang 15 topik acuan yang dibuat LIPI tentang langkah-langkah strategis pembenahan Teluk Ambon Dalam yang harus dilakukan oleh pemerintah setempat.
Referensi tersebut dibuat berdasarkan riset kompetitif terhadap kondisi Teluk Ambon selama dua dekade terakhir dinilai telah mengalami banyak kerusakan akibat adanya aktivitas galian c, reklamasi yang dilakukan oleh masyarakat, pembukaan lahan industri dan pemukiman warga, serta permbuangan sampah dan minyak ke laut.
Jika tidak segera diantisipasi, maka habitat dan ekosistem padang lamun, manggrove, koral dan fauna di Teluk Ambon Dalam akan berkurang dan punah.
Sedikitnya 74 orang perserta yang berasal dari pegawai Kantor Kecamatan Teluk Ambon, Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal), PT. PLN Persero Cabang Ambon, Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), Angkutan Sungai, Danau dan Penyebrangan (ASDP), Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Direktorat Polisi Air (Dit. Polair) dan Dinas Tata Kota Ambon yang ikut kegiatan itu.
Selain itu ada akademisi dari Fakultas Perikanan, Fakultas Pertanian dan Fakultas Hukum Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Baileo Maluku, Hattu dan Manyapu Maluku, serta masyarakat Desa Passo dan Wiheru, Kecamatan Baguala, Desa Rumahtiga, Tawiri, Lateri dan Poka, Kecamatan Teluk Ambon dan Desa Benteng, Kecamatan Nusaniwe hadir dalam lokakarya tersebut.
Hadir sebagai narasumber Kepala LIPI Ambon Augy Syahailatua dan peneliti LIPI lainnya, yakni Sam Wouthuyzen, Daniel D. Pelasula dan Karel Takaendengan.
"15 topik yang kami buat ini merupakan langkah-langkah strategis pengelolaan Teluk Ambon Dalam yang akan diajukan kepada pemerintah kota ," kata Kepala LIPI Ambon Augy Syahailatua kepada ANTARA di Ambon.
Ia menyatakan, kerusakan yang dialami Teluk Ambon Dalam tidak akan memburuk dalam waktu singkat karena memiliki beberapa keuntungan secara topografi, yakni kedalaman antara 27 hingga 40 meter, serta danya campuran air Laut Banda yang mengalami fenomena upwelling atau peristiwa naiknya massa air laut yang juga mengangkat zat hara di lapisan bawah maupun downwelling setiap setahun sekali.
"Kerusakannya memang tidak terjadi secepat mungkin, tapi kemudian akibatnya akan dirasakan selama satu generasi," katanya.
Syahailatua menambahkan, selain pemerintah setempat harus segera mengantisipasi kerusakan Teluk Ambon Dalam yang berkelanjutan dengan membuat beberapa peraturan khusus, masyarakat juga harus dikuatkan dan diberi pemahaman tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar