Jayapura (KM) - Dosen Geografi Fisik pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua, Yehuda Hamokwarong mengatakan, perubahan iklim dan pergeseran lempeng tektonik menimbulkan potensi ancaman gelombang tsunami di pesisir Kota Jayapura.
"Sebagaimana diketahui bahwa pemanasan global dapat mendorong tingginya suhu dan permukaan laut yang dapat menghasilkan badai dan gelombang pasang atau tsunami," katanya kepada ANTARA di Jayapura, Selasa.
Ia menjelaskan, pada sisi utara Kota Jayapura terdapat jalur tektonik dalam laut yang disebut juga dengan istilah "ring of fire", di mana jalur ini membentuk zona subduksi, palung dan laut dalam yang berpotensi menimbulkan gempa, gelombang tsunami atau air pasang.
"Apalagi fisiografi utama wilayah pesisir Kota Jayapura adalah teluk melengkung berbentuk cincin sebagai hasil dari aktivitas patahan, lipatan dan sedimentasi," katanya.
Menurut Yehuda Hamokwarong, ancaman gelombang pasang dan tsunami akibat gempa tektonik sangat besar di Jayapura, terlebih lagi karena posisi kota yang berhadapan langsung dengan samudera Pasifik, tanpa ada penghalang berupa gugusan pulau, atol atau paparan benua.
"Kondisi ini sangat membahayakan. Efek jelas sudah terlihat dengan adanya abrasi di Pantai Hamadi, Tanjung Kasuari, Holtekamp, Skouw Mabe, Yambo dan Skow Sae," jelasnya.
Fenomena ini, kata dia, adalah pemunduran bibir pantai yang terus bergerak ke arah daratan dengan variasi 1-5 meter per tahun. Ancaman seperti ini meski terjadi secara perlahan tetapi berdampak pasti dan tidak dapat dikendalikan.
Yehuda Hamokwarong menambahkan, contoh fenomena lain yang terjadi yakni adanya efek gelombang pasang yang berdampak pada terbentuknya daratan yang semakin luas di Pulau Debi.
"Beberapa tahun lalu, Pulau Debi hanya akan muncul ke permukaan jika air surut terjadi. Namun, saat ini sudah terbentuk daratan dan banyak ditumbuhi pepohonan, sebagai dampak perombakan bibir pantai sepanjang Holtekamp dan Hamadi," paparnya.
Yehuda Hamokwarong mengkhawatirkan, suatu saat abrasi pantai Hamadi dan Holtekamp mengakibatkan gelombang pasang masuk kampung Tobati dan Enggros di teluk Youtefa, dan mengikis hilang kembali daratan yang sudah terbentuk di pulau Debi.
Dia juga merincikan, efek dari gempa 7,3 SR di Jepang pada Maret 2011, telah mengancam memutuskan pesisir Holtekamp, sehingga gelombang pasang saat ini dapagt langsung masuk teluk Youtefa.
"Sekali lagi bahwa gelombang tsunami akibat gempa Jepang pada 11 Maret 2011 telah menghancurkan rumah adat di kampung Enggros, teluk Youtefa. Beberapa ancaman yang telah disampaikan tadi, hendaknya menjadi perhatian semua pihak terkait di Papua," tutur Yehuda Hamokwarong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar