Ambon (KM) - Sebanyak 12 unit kapal penangkap ikan yang beroperasi ilegal di perairan wilayah Tenggara Maluku telah dilelang Kejaksaan Negeri (Kejari) Tual pada 8 Juni 2011 senilai Rp2,12 miliar.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, Efenddy Harahab, di Ambon, Jumat, mengatakan, 12 unit kapal tersebut merupakan barang bukti proses hukum periode 2004 - 2008.
"Kami baru melaksanakan lelang barang bukti tersebut karena prosesnya diajukan ke Kejaksaan Agung Kejagung). Selanjutnya, Kementerian Keuangan untuk penetapan sehingga butuh tenggat waktu relatif panjang," ujarnya.
Akibatnya, menurut Kajati, kapal yang dijual sudah dalam kondisi besi tua, sehingga perhitungan nilainya juga relatif murah.
"Kapal dalam kondisi besi tua saat dilelang pasti nilainya rendah sehingga dari 12 unit hanya mendapatkan Rp2,12 miliar," katanya.
Kajati mengakui tidak bisa berbuat banyak karena itu merupakan prosedur tetap sesuai ketentuan perundang-undangan, sehingga barang bukti dari penangkapan ikan secara ilegal akhirnya menjadi besi tua sehingga nilai transaksinya anjlok.
"Sekiranya barang bukti dilelang dalan kondisi baik, maka kemungkinan bisa dibeli perusahaan penangkap ikan untuk dioperasikan kembali setelah mengurusi surat-surat secara resmi," ujarnya.
Maluku memiliki potensi lestari ikan sekitar 1,64 juta ton per tahun atau 26,3 persen dari produksi nasional dan baru dimanfaatkan 300-500 ton per tahun.
Sedangkan areal budidaya laut seluas 495.300 hektare, budiaya air tawar36.251 hektare dan budi daya air payau 191.150 hektare.
Maluku memiliki laut seluas 658.294,69 km2 atau 92,4 persen dari wilayah 712.479,65 km2 dengan tiga Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar