Ambon (KM) - Pengurus DPD KNPI Maluku mendukung larangan impor jenis ikan tertentu demi menjamin produksi dalam negeri maupun ketersediaan pasokan ikan di pasaran.
"Adalah keputusan strategis untuk melarang impor jenis Calakang, Momar dan Tongkol mengingat sumber daya hayati tersebut potensinya di Indoneia Timur melimpah, kata Ketua DPD KNPI Maluku, Zaharuddin Latuconsina, di Ambon, Sabtu.
Maluku dengan 92,4 persen dari wilayahnya seluas 712.479,65 km2 adalah laut ternyata memiliki jenis ikan yang sama dengan ikan yang diimpor.
Maluku memiliki potensi lestari ikan sebanyak 1,6 juta ton dan baru dimanfaatkan sekitar 300- 500 ton.
"Jadi terbuka peluang besar untuk memasok kebutuhan ikan di pulau Jawa maupun Bali dengan dampak ekonomis kepada Maluku dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan memberikan kontribusi kepada pendapatan asli daerah (pad)," ujar Zaharuddin.
Apalagi, Maluku telah dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi lumbung ikan nasional di Ambon pada 3 Agustus 2010.
"Rasanya pemerintah pusat harus komitmen dengan program tersebut sehingga mempercepat regulasi maupun pembangunan fasilitas untuk mewujudkan lumbung ikan nasional tersebut karena daerah ini kaya aneka jenis bita laut tersebut," tegas Zaharuddin.
Sebelumnya Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Victor Nikijuluw, mengatakan, larangan impor ikan seperti cakalang, momar dan tongkol itu strategis bagi Maluku maupun daerah lainnya di Indonesia Timur untuk memproduksi jenis biota laut tersebut guna memenuhi pangsa pasar di pulau Jawa.
"Larangan tersebut strategis karena para nelayan saat ini mencari jenis ikan tersebut di Indonesia Timur, termasuk Maluku yang kaya biota laut tersebut dengan potensi 1,64 juta ton per tahun dan bafru dimanfaatkan seitar 300 - 500-an ton per tahun ," ujarnya.
Victor mengemukakan, persoalan pemasokan ikan dari Indonesia ke Pulau Jawa yang merupakan hambatan karena dihadapkan dengan transportasi belum lancar dan mahalnya tarif cargo.
Cargo dari Ambon ke Surabaya seharga 1.300 dolar AS. Padahal, dari Shanghai ke Surabaya untuk impor ikan jenis cakalang hanya 800 dolar AS.
"Jadi ini perlu ada terobosan dari pemerintah di Indonesia Timur untuk membangun fasilitas perhubungan sehingga terjalin koneksitas ketersediaan ikan guna memenuhi kebutuhan di Pulau Jawa," kata Victor.
Kendala tersebut, menurut dia mengakibatkan harga ikan yang dipasok dari Indonesia Timur untuk memenuhi kebutuhan di Pulau Jawa relatif lebih mahal dibandingkan impor seperti dari Shanghai.
Apalagi, cargo juga terbatas seperti dari Ambon ke Surabaya yang hanya dua kali sepekan.
"Berbagai langkah terobosan harus dilakukan pemerintah di Indonesia Timur untuk menggugah pemerintah pusat melihat permasalahan tersebut sehingga kegiatan impor di era perdagangan bebas ini tidak mengancam produksi dalam negeri," tegas Victor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar