Kupang (KM) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menolak tindakan impunitas atau pembiaran tindakan kejahatan terhadap wartawan dalam melaksanakan tugas dari tanggung jawab hukum.
"Impunitas atau pembiaran ini telah menjadi penyebab utama meningkatnya kekerasan terhadap jurnalis yang juga adalah buruh yang memiliki hak untuk dilindungi dan dijamin kesejahteraannya," kata Ketua AJI Indonesia Kota Kupang, Jemris Foentuna di Kupang, Sabtu.
Pernyataan AJI Kota Kupang, Nusa Tenggara Itu, berkaitan dengan Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2011.
Dia menilai, maraknya kasus kekerasan terhadap pekerja pers menunjukkan masih lemahnya perlindungan terhadap jurnalis di Indonesia termasuk negara-negara tetangga di ASEAN dan negara lain di belahan bumi ini.
Selain masalah perlindungan, problem krusial lain yang dihadapi jurnalis Indonesia adalah rendahnya kesejahteraan.
Ia mengatakan survei AJI di 16 kota pada Desember 2010-pertengahan Januari 2011 masih menemukan fakta yang sangat memprihatinkan.
"Ditemukan, masih ada media yang menggaji jurnalisnya di bawah angka Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK), bahkan ada media yang tidak memberikan gaji sama sekali," katanya.
Media semacam ini umumnya menyuruh jurnalisnya untuk mencari ?gaji?-nya sendiri dengan berbagai macam cara, mulai mencari iklan, menjadi tenaga pemasaran, hingga menghalalkan segala cara untuk menerima pemberian atau imbalan dari narasumber.
Padahal menurut Undang-Undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 185, perusahaan yang menggaji pekerjanya di bawah nilai UMK, dapat dikenakan sanksi denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp400 juta dan atau sanksi pidana penjara minimal 1 tahun penjara dan maksimal empat tahun penjara.
AJI juga menemukan masih ada media yang tidak memberikan fasilitas asuransi bagi jurnalisnya. Tiadanya asuransi tentu akan membuat jurnalis juga keluarganya tidak mendapatkan perlindungan secara sosial maupun finansial," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar