Bertolak belakang dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat di Asia, lapangan kerja untuk wanita di kawasan ini ternyata masih sedikit. Separuh populasi kaum Hawa tidak punya pekerjaan tetap dan harus bergumul dengan masalah-masalah klasik seperti upah rendah dan kesempatan sempit mendapatkan pendidikan.
Laporan bersama dari Bank Pembangunan Asia dan Organisasi Buruh Internasional belum lama ini menyatakan, sempitnya lapangan kerja bagi wanita itu terbukti menimbulkan kerugian miliaran dolar AS setiap tahun.
Wanita Asia tanpa pekerjaan mencapai 45 persen dibandingkan kaum pria yang hanya 19 persen. Bahkan sebelum terjadi krisis ekonomi global, kawasan Asia-Pasifik mengalami kerugian sekitar 42-47 miliar dolar setiap tahun.
Sekalipun secara keseluruhan angka wanita tidak bekerja masih lebih baik dibandingkan laki-laki (4,3 berbanding 4,7 pada 2009), tidak berarti bahwa pekerjaan mereka baik, kebanyakan di bidang informal dengan upah rendah. Ini berarti mereka lebih rentan terkena dampak fluktuasi harga.
Memang permintaan tenaga buruh perempuan di industri manufaktur cukup tinggi, tetapi yang mau umumnya rela menerima kondisi upah kecil, sulit membentuk serikat pekerja, harus turut perintah, dan mudah dipecat dengan alasan kawin dan melahirkan.
Pada 2009, 48.2 persen wanita Asia bekerja di bidang pertanian, sedangkan yang laki-laki 39,9 persen. Wanita yang bekerja di bidang industri hanya 18 persen, sementara yang laki-laki 26,2 persen.
"Asia menghadapi masalah yang sama, dulu dan sekarang, dan ini harus dicarikan solusinya demi kesetaraan gender dan kesejahteraan yang berimbang," kata Direktur ILO untuk Asia-Pasifik, Sachiko Yamamoto.
Menurut dia, upaya menyeimbangkan kesejahteraan dan kesempatan karir yang fair (adil) antara kaum wanita dan laki-laki harus menjadi landasan bagi para pembuat keputusan, baik pemerintah maupun pengusaha.
Ia menambahkan, di banyak sektor dimana pekerja kaum wanita lebih dari 50 persen, seperti rumah sakit, sekolah dan kantor sosial, umumnya mereka berada di eselon yang lebih rendah dibandingkan laki-laki.
"Perbandingannya seperti perawat lawan dokter, guru sekolah dasar lawan dosen perguruan tinggi. Jadi, gaji pekerja wanita pun lebih sedikit, umumnya 70-90 persen gaji pekerja laki-laki," katanya.
Sachiko menyatakan, seiring pulihnya ekonomi dimana Asia berada di depan, kondisi-kondisi memang berubah positif. Namun demikian, di banyak tempat masih tetap rentan. Karena itu pemerintah seharusnya mendukung majunya kaum wanita dalam pekerjaan dan memberikan kesempatan mendapatkan pendidikan yang seimbang dengan pekerja laki-laki.
"Saat ekonomi kawasan Asia bangkit kembali, saat itu pula ada kesempatan untuk memperbaiki pasar pekerja dimana kaum wanita juga dipertimbangkan. Kalau tidak, maka kerugian yang timbul akan sulit ditanggulangi," katanya. (Elaine Lies)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar