Oleh Illa Kartila
Isu Negara Islam Indonesia belakangan ini bergaung seiring maraknya kasus penculikan terutama terhadap anak-anak muda. Konon, semua itu terkait dengan perekrutan anggota baru secara "paksa" oleh kader-kader NII Komandemen Wilayah (KW) 9.
Data NII Crisis Center menyebutkan, dari 488 laporan tentang orang hilang yang masuk ke lembaga tersebut, 88 kasus di antaranya adalah korban NII.
Rokayah, misalnya, mengaku anak perempuannya menghilang sejak lama dan sampai saat ini belum kembali.
"Kabarnya anak saya menikah dengan seorang 'bupati' NII," kata wanita paruh baya itu dengan mata berkaca-kaca.
Seperti lazimnya negara, konon NII dipimpin oleh seorang presiden yang saat ini dijabat oleh pimpinan pondok pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang, berlokasi di Indramayu, Jawa Barat. Ia membawahi beberapa menteri, gubernur, bupati, camat dan lurah bahkan ketua RT/RW.
Menurut mantan menteri peningkatan produksi NII, Imam Supriyanto, tahun 2002 terjadi gejolak intern di "negara" itu dan hampir dua pertiga anggotanya keluar, mengakibatkan krisis keuangan karena pemasukan dana infaq dari RT/RW, lurah, camat, dan bupati menjadi sangat berkurang.
Dana tersebut biasanya didapat dari sumbangan anggota di daerah-daerah.
"Seperti desa, lalu naik ke kelurahan, lalu kecamatan, dan kabupaten. Setiap anggota di daerah wajib menyetorkan sejumlah uang bagaimanapun cara mendapatkannya. Misal Rp1 juta, padahal anggota hanya punya Rp100 ribu, sisanya harus dicari," katanya.
Krisis itu menyebabkan NII kini berada di ambang kebangkrutan, sehingga para anggota diperintahkan untuk mencari anggota-anggota baru yang akan menghasilkan uang.
"Sayangnya untuk menjalankan perintah itu tidak ada standar operasional prosedur (SOP)-nya, sehingga para kader menghalalkan segala cara," kata Imam.
Kondisi keuangan NII KW9, menurut peneliti Darul Islam, Solahudin, diperburuk oleh hilangnya aset NII senilai Rp250 miliar yang dikelola Robert Tantular di Bank Century.
Akibatnya, para angota NII diperintahkan untuk melakukan perekrutan besar-besaran seperti saat ini dalam waktu yang sangat singkat, asalkan seluruh infak dari seluruh anggota baru bisa langsung didapat.
NII KW9 juga terlilit utang karena gagalnya proyek sapi dari Selandia Baru. Saat itu Panji Gumilang meminjam dana Rp50 miliar dari bank, namun proyek itu gagal karena sapinya banyak yang mati.
Selain Imam, pengamat intelijen Wawan Purwanto membenarkan bahwa saat ini NII sedang gencar melakukan perekrutan. Sejak tahun 1999 hingga saat ini kurang lebih ada 151 ribu anggota baru NII yang direkrut.
"NII memang terus bergerak dan melakukan penggalangan. Polanya, marketing lewat mulut. Ditargetkan tiap bulan anggotanya memasok uang sebanyak Rp6 juta dan masing-masing memperoleh tujuh anggota baru," ujarnya.
Perekrutan oleh NII dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya seperti yang dipaparkan DI, mahasiswa angkatan 1999 sebuah perguruan tinggi di Surabaya.
Menurut DI, pengikut dan pendukung NII di jamannya sudah masuk ke sejumlah lini, menyusup ke birokrasi kampus. Malahan mereka mampu mengatur kucuran beasiswa untuk mahasiswa. Dia sendiri ditawari fasilitas itu dengan syarat harus bergabung ke NII serta mengikuti tahapan-tahapan yang diwajibkan.
Penerima cuma beroleh separuh, lainnya buat membayar tebusan tindakan dosa plus denda semasa hidup, tergolong buat biaya baiat.
DI mengaku berkenalan dengan perekrut dari NII di perpustakaan, kemudian dilanjutkan dengan kunjungan rutin ke kamar kos serta perjumpaan di beberapa tempat berserta jumlah pengikut yang semakin banyak.
Menurut dia, NII mengincar kalangan kampus. Mereka, dipastikan terlatih, sangat tekun dan telaten membidik calon pengikut sampai akhirnya bergabung bersama NII.
"Siang malam mereka terus berjuang mencari dukungan, khususnya di kalangan mahasiswa, baik di kampus maupun rumah kos," katanya.
"Cintai Tanah Air"
Sebagai orang yang pernah terjebak ke dalam NII, DI yang kini giat di organisasi Majelis Sinergis Khalam itu giat menasehati kaum muda untuk membentengi diri dengan cinta Islam dan cinta Tanah Air, dan mengisi waktu dengan aktif dalam kegiatan-kegiatan ekstra kampus yang positif.
Wawan Purwanto berpendapat, untuk menangkal pergerakan NII harus ada upaya perangkulan.
"Perlu dilakukan re-edukasi di pesantren-pesantren. Jangan dilawan dengan kekerasan, tapi dirangkul agar tidak menyimpang dari NKRI," ujarnya.
Untuk melawan pergerakan NII, setiap warga negara, kata mantan asisten deputi bidang komunikasi Kementerian Polhukam, Drs Azis Zaini MBA, harus memiliki pandangan yang sama terhadap Panca Sila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
Menurut dia, pemahaman yang sama terhadap empat pilar yang saling terkait itu secara formal bisa diberikan melalui kurikulum dalam mata pelajaran wawasan kebangsaan mulai dari SD, SMP dan SMA, juga di pesantren-pesantren.
Secara informal, Departemen Agama bisa memberdayakan Forum Remaja Mesjid (FRM) dan Dewan Keramaian Mesjid (DKM) serta kelompok-kelompok pengajian ibu-ibu Al Hidayah. Pemerintah memberikan pemahaman tentang wawasan kebangsaan kepada para ulama dan mereka ini kemudian akan menyebarkannya kepada para jamaahnya.
"Juga pemerintah seyogyanya memberdayakan organisasi-organisasi kemahasiswaan seperti HMI, PM-KRI, PMII dengan mendukung program-program serta kegiatan-kegiatan mereka yang positif," ujarnya.
Fajri dari PB HMI mengakui, tahun 2000 saja sudah ada mahasiswa di Universitas Trisakti yang mengajak mahasiswa-mahasiswa lain untuk bergabung dengan NII. Beberapa diantara mereka ada yang masuk ke sana. Yang diincar adalah anak-anak jurusan eksakta baik di UI maupun ITB.
Perlu diyakinkan pula kepada masyarakat bahwa ajaran NII itu sesat, karena menurut Imam Supriyanto di sana shalat lima waktu bukanlah kewajiban. Tapi yang wajib dicari adalah sadaqoh dan infak sana-sini dengan cara apapun termasuk mencuri lantaran mereka yang bukan NII dianggap tidak Islam serta halal hartanya.
Pria asal Purwakarta yang kini menjadi petani itu mengingatkan masyarakat, "jangan sampai ada yang mengikuti langkah salah saya masuk NII. Di sana saya kecewa menjadi sosok pemimpin Islam, tetapi tidak menjalankan Islam yang sebenarnya."
Terkait sepak terjang NII, 13 organisasi masyarakat Islam termasuk PP Muhammadiyah, Dewan Dakwah Islam Indonesia, Persatuan Islam, KAHMI, Pelajar Islam Indonesia, Syarikat Islam meminta pemerintah bertindak cepat membubarkan gerakan yang dianggap telah berbuat makar, karena sudah 20 tahun masalah NII terkesan sengaja dibiarkan.
Mantan Wapres Jusif Kalla berpendapat, gerakan NII dengan ajaran sesatnya bisa diatasi dengan meningkatkan pembangunan agar rakyat lebih makmur dan adil. Selain itu, pemerintah bersama masyarakat harus terlibat secara aktif untuk mengkaji pendidikan agama dan ideologi negara secara benar.
"Pemerintah dan masyarakat harus berjalan sinergis untuk meluruskan apa yang salah dalam aktivitas NII KW9. Ruang gerak NII bisa dipersempit, sehingga masyarakat yang cerdas tidak gampang terpengaruh oleh hal hal baru yang menyesatkan," katanya.
Meski Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Sutarman berpendapat bahwa apa yang dilakukan NII masih sebatas pelanggaran pidana umum, penipuan dan belum ada indikasi ke arah makar, Amin Rais, Ketua Majelis Pertimbangan Pusat Partai Amanat Nasional, menilai alasan itu tak bisa diterima.
Mendirikan negara di dalam NKRI adalah tindakan makar. Keterkaitan pondok pesantren Al Zaitun yang diduga sangat erat dengan organisasi NII bukan sesuatu yang sulit dibongkar.
Seperti dikatakan Amin Rais, Kepolisian tinggal memasukkan tokoh sentralnya, Panji Gumilang, dalam "spot list" dan melakukan penyidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar