Selamat Datang

Di sini Anda dapat membaca berita tentang Maluku yang dibuat oleh LKBN ANTARA. Seluruh berita dilindungi UU Hak Cipta dan karenanya tidak diperkenankan untuk disiarkan kembali melalui media apapun tanpa izin tertulis dari LKBN ANTARA.

Selasa, 03 Mei 2011

Maluku Kekurangan Beras 64,2 Ton Per Tahun

Ambon (KM) - Total kebutuhan beras masyarakat di Maluku per tahun sebanyak 122.7 ton sementara kemampuan produksi hanya 58,5 ton, kurang 64,2 ton.

"Maluku baru mampu memproduksi 58,5 ton beras per tahun sehingga kekurangan 64,2 ton itu harus dipasok dari luar daerah, terutama Surabaya dan Makassar," kata Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu kepada wartawan di Ambon, Selasa.
Menurut dia, beras sebanyak 58,5 ton itu diproduksi petani di Pulau Buru dan Seram yang diprogramkan Pemprov sebagai lumbung pangan masa depan.

Gubernur mengakui, konsumsi pangan pokok masyarakat Maluku saat ini sekitar 70 persen adalah beras dan sisanyain dari jenis pangan lokal.

"Jadi kini sedang diprogramkan berbagai produk unggulan prioritas guna mengatasi ketergantungan kepada provinsi lain dalam penyediaan pangan beras sebagai pangan pokok masyarakat maluku," ujarnya.

Dia menilai tanaman sagu yang ditanam di atas lahan seluas 51.576 hektare idealnya dikelola menjadi bahan pangan mendukung beras dengan pencetakan sawah di Pulau Buru dan Seram.

"Perlu terobosan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian agar sagu dan umbi - umbian produksinya bertambah, diversifikasi produksi dan bernilai ekonomis," katanya.

Maluku yang memiliki 51.576 hektare sagu dengan produksi 886,02 ton ternyata yang baru dimanfaatkan  hanya 47.153 ton pati basah per tahun untuk pemenuhan pangan pokok masyarakat.

"Saatnya dilakukan terobosan untuk mengelola 838,87 ton pati basah agar tidak mubazir atau tanaman tersebut mati," ujar Gubernur.

Dia menilai terobosan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Maluku mengfasilitasi pengusaha lokal mengirimkan 44 ton pati basah ke Cirebon itu perlu berkelanjutan karena berdampak bagi penyerapan tenaga kerja, terjamin pangsa pasar dan bernilai ekonomis.

"Bayangkan bila pati basah di Cirebon seharga Rp2.200/Kg, maka 838,87 ton yang belum dimanfaatkan tersebut sekiranya diuangkan maka mencapai Rp1,8 triliun sehingga bisa mendorong peningkatan kesejahteraan petani dan memberikan kontribusi kepada pendapatan asli daerah (pad)," kata Gubernur Ralahalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar