Ambon (KM) - Hak-hak masyarakat adat harus dilindungi negara, karena selama ini undang-undang sektoral yang berbicara tentang hak ulayat dinilai tidak menjamin dan mengatur secara terperinci.
"Kami butuh undang-undang yang memayungi dan menjamin hak-hak kami sebagai masyarakat adat," kata Raja Negeri Eti, Kabupaten Seram Bagian Barat Thomas Kunusela dalam jumpa pers konsultasi penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat (PPHMA), di Hotel Marina, Kamis.
Menurut dia, undang-undang (UU) sektoral yang memuat tentang masyarakat adat, selama ini dinilai tidak dengan pasti melindungi dan menjamin hak-hak mereka. Hal itu terlihat dari banyaknya konflik yang timbul karena berbenturan dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Kunusela yang juga Ketua Dewan Adat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencontohkan, adanya persoalan lahan maupun tanah milik masyarakat adat di Maluku yang diklaim milik beberapa pihak tertentu. Sistem adat juga terpangkas dengan adanya UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Hak dan kekuasaan pemangku adat yang sejak zaman leluhur telah mengatur masyarakatnya tidak lagi dianggap memilikikekuatan hukum.
"Hanya dua komunitas masyarakat adat Alune dan Wemale dari Pulau Seram yang diakui oleh pemerintah daerah. Padahal ada juga masyarakat adat pesisir, Patahale," ujarnya.
Akademisi dari Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon Jemmy Pieter mengatakan, peraturan pemerintah yang ada selama ini tidak berbicara mengenai eksistensi masyarakat adat, terutama tentang kebijakan ekonomi yang berkaitan dengan otonomisasi daerah di Maluku.
Misalnya, tidak dilibatkannya masyarakat adat dalam pengambilan keputusan ketika wilayahnya dimekarkan oleh pemerintah.
"Memang ada UU yang mengatur tentang masyarakat adat, tetapi tidak terperinci dan melindungi, serta menjamin hak-hak mereka," katanya.
"Hukum dan amandemen kita diadopsi dari domain verklaring pemerintah kolonial yang memang dibuat untuk kepentingan pemodal. Tanah-tanah rakyat dianggap milik Belanda," kata Kepala Divisi Advokasi Pengurus Besar (PB) AMAN Erasmus Cahyadi.
Ia mengatakan, RUU PPHMA yang sedang mereka susun ini tidak hanya memuat tentang defenisi masyarakat adat yang dinilai dari sisi kultural dan historisnya, tetapi juga memberikan perlindungan terhadap hak-hak mereka di bidang ekonomi, sosial, budaya dan kepemilikan komunitas.
"Saat ini ada sekitar 1.163 komunitas masyarakat adat di Indonesia yang telah berhasil kami data. Untuk Maluku sendiri ada sekitar 50 kelompok," kata Erasmus Cahyadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar